Siswa akan sangat tegang apabila mengetahui kegiatan belajar hari ini adalah mengerjakan soal. Mereka seolah paranoid dengan kalimat "Oke, sekarang keluarkan kertas selembar!". Kenapa saya tau mereka paranoid? Karena setiap saya mengatakan hal itu, siswa selalu menarik nafas berat, beberapa memekik tertahan, dan bertanya "Ulangan, bu?". Bahkan pada kertas selembarpun mereka seolah ketakutan.
Akhirnya, saya berinisiatif untuk membuka pelajaran dengan kalimat yang berbeda kali ini, saya mengatakan "Hari ini kita akan bermain kartu!" Kelas langsung ricuh dan beberapa nyeletuk "Remi bu? Gapleh?" "Kok main kartu sih?" "Wah..aku gak bisa kalau remi.." dan celetukan celetukan lainnya. Alhamdulillah, dari mulai pemberitauhan aturan main sampai akhir permainan, semua siswa terlihat antusias.
Jadi.. inilah yang saya persiapkan:
Materials:
- 12 kartu pertanyaan dengan kode
- 12 kartu jawaban dengan kode yang sama dengan kartu pertanyaan
- Meja belajar di kelas diatur agar siswa dapat duduk belingkar
- Stopwatch atau timer untuk memperhatikan waktu
Aturan Main:
- Siswa diperbolehkan memilih pasangannya, permainan ini dilakukan secara berpasangan
- Pada setiap babak, siswa diperbolehkan mengambil satu kartu soal dan diberi waktu tujuh menit untuk mengerjakan soal pada buku tulisnya masing-masing. (Lamanya waktu merupakan kesepakatan bersama. Untuk soal hitungan biasanya membutuhkan waktu lama)
- Setelah waktu habis, siswa harus menyimpan kembali kartunya
- Setelah menyimpan kartu, siswa diperbolehkan untuk mengecek kebenaran jawabannya dengan cara melihat kartu jawaban
- Siswa melakukan skoring sesuai dengan petunjuk
- Siswa dapat 'menyerah' untuk mengerjakan soal, dengan menyimpan kartu soal dan TIDAK mengecek kebenarannya dengan melihat kartu jawaban
- Setiap jawaban benar mendapatkan nilai +3
- Setiap jawaban salah mendapatkan nilai -1
- Setiap soal yang tidak selesai dikerjakan (siswa menyerah dan tidak lihat kartu jawaban), maka nilainya 0
Dengan aturan skoring mandiri, ini juga memberikan pembelajaran bagi siswa untuk berlaku jujur. Mereka menilai sendiri pekerjaan mereka dan dituntut untuk jujur. Sebelumnya, telah disepakati bahwa pasangan yang mendapat nilai terendah harus mendapatkan hukuman. Hukuman tersebut ditentukan oleh pasangan yang nilainya tertinggi. Hukumannyapun harus edukatif, misalnya menjelaskan salah satu soal di depan kelas, dan sebagainya.
Dengan metode ini, seluruh siswa terpaksa untuk aktif. Setidaknya, semua siswa berusaha untuk 'aman' dari skor terendah. Tugas gurupun lebih ringan, hanya memegang waktu dan mengawasi. Inilah yang dinamakan "student centered learning method", metode belajar tipe "berpusat pada anak" memang membutuhkan persiapan yang matang dari guru.
No comments:
Post a Comment