Wednesday, February 18, 2015

Kak, kakak tau "madog" gak?

Sejak berhenti dari sekolah dan memutuskan untuk mengajar di bimbel dan mengurus lembaga sendiri, blog ini jadi minim cerita. Ya, cerita tentang mengajar di sekolah jaaauuuh lebih banyak dan menyenangkan dibanding ketika mengajar di bimbingan belajar yang jumlah siswanya hanya sedikit.

Bosan, saya mencoba mencari kegiatan baru. Sayapun bergabung dengan komunitas 1000 Guru (www.seribuguru.org) dan mendaftarkan diri untuk mengikuti salah satu programnya.

Dua hari sebelum keberangkatan, saya diundang untuk briefing di Taman Film, Bandung. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di sini, padahal saya orang Bandung. Haha.



Taman Film berlokasi di bawah jembatan layang Pasopati. Daerah sekitarnya masih tergolong (maaf) kumuh, namun kehadiran taman ini memberikan tempat bermain baru bagi anak-anak di sana.

Selama briefing berlangsung, saya memperhatikan tiga orang anak kecil yang bermain bola dengan riang. Setelah kami selesai, salah satu dari mereka menghampiri, dan saya berkenalan dengannya. Merasa nyaman ngobrol dengan kami, anak lelaki polos yang masih duduk di kelas 2 SD ini akhirnya bercerita baaanyak hal. Dengan polosnya, ia melontarkan tebak-tebakan, cerita lucu, membicarakan temannya, hingga gurunya.

Saya masih terhanyut dengan polosnya wajah riang itu ketika bercerita, sampai pada satu kalimat; "Kak, kakak tau madog gak?"

Madog adalah kata kasar yang artinya mencuri. Saya mengerutkan dahi. Teman saya yang tak paham bahasa sunda bertanya apa artinya.

"Madog itu, kalau ada yang lagi dagang, terus kita diam-diam ngambil, masukin ke baju, terus pulang!" dia berkata dengan bangganya. "aku pernah madog. Disuruh bapa!" sambungnya, senyumnya makin lebar. "kalau aku berhasil madog, aku dikasih uang sama bapa" katanya lagi.

Aku mematung. Anak sekecil itu, sepolos dan sebersih itu, digoreskan pendidikan yang salah oleh orangtuanya sendiri. Dan yang dia tau, mencuri adalah perbuatan yang tidak salah, karena ia mendapat reward jika berhasil. Bahkan, dia bercerita tentang asyiknya lari dari teriakan si pedagang jika ia tertangkap tangan.

Aku hanya bisa berkata "itu gak bagus, loh".. Lalu dia tersenyum, "hehehe", dan kembali berlari dan bermain dengan bolanya.

Dunia ini tak sesuci yang kita pikirkan.. Pendidikan dari orangtua tak sesempurna yang semestinya. Aku hanya bisa berdoa, agar orangtua seperti ayah dari anak tersebut disadarkan dan, agar anak itu dapat kembali bersih, suci, sepolos tawanya yang riang ketika mengejar bolanya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...