Tuesday, October 8, 2013

yang Paling Mulia, yang Paling Kere

Isu tentang rencana penertiban para gelandangan, pengemis dan pengamen (Gepeng) di kota Bandung mungkin sudah bukan berita baru lagi. Ya, kalian bisa melihatnya di berbagai portal berita, sepotong cerita tentang walikota Bandung yang menawarkan pekerjaan bagi para Gepeng. Mulia, kan?

Para Gepeng biasanya punya alasan yang klise untuk menolak penertiban: "kami ditertibkan, tidak boleh meminta-minta, padahal kami butuh makan. Pekerjaanpun kami tak punya karena tidak ada yang mau menerima kami. Sekolah saja tidak lulus karena biaya.." dan blablabla. Namun, kali ini seharusnya aksi protes tersebut tak perlu lagi digaungkan karena pemerintah kota memberikan pilihan: bekerja sebagai penyapu jalan dan diberi gaji oleh pemerintah, atau ditertibkan.

Mereka diberi pilihan untuk setidaknya mengangkat harga diri mereka dari pengemis menjadi pekerja. Namun, apa yang terjadi? Mereka meminta gaji berkisar antara 4-10 juta rupiah per bulan untuk jadi penyapu jalan! Alasannya, mereka memiliki banyak kebutuhan.

Selidik punya selidik, sebuah badan statistik independen mencoba menghitung penghasilan para Gepeng dengan perhitungan kasar. Kalau tidak salah, begini hitungan kasarnya:

Asumsikan lampu merah menyala setiap 5 menit. Inilah saatnya para Gepeng beraksi memasang wajah memelas. Rata-ratakan, setiap satu kali lampu merah, mereka mendapat 2000 rupiah. Dalam satu jam, mereka mendapatkan 24000 rupiah. Apabila mereka nongkrong di lampu merah selama 10 jam saja, mereka bisa mendapatkan 240000 rupiah. Dalam sebulan, coba kalikan dengan 30 hari? Pendapatan mereka 7200000 rupiah. Saya perjelas; TUJUH JUTA DUARATUS RIBU RUPIAH!!

Sekali lagi, ini bukan isu hangat. Namun, dari sinilah diskusi terjadi dimana-mana. Sebagian besar tentu naik pitam mendengarnya. Dengan alasan-alasan yang berbeda. Namun, alasannya didominasi dengan perbandingan besarnya pendapatan dengan mereka yang sudah bergelar S1.

Salah satu teman di facebook saya bahkan membuat infographic-nya, yang cukup brilian. Nah. Yang membuat saya agak merasa terganggu, adalah diagram batang di bagian bawah. Terdapat data berbagai macam penghasilan, dan profesi saya sebagai guru honorer ikut mejeng disana. Menyakitkan memang, ketika pekerjaan paling mulia dinilai paling murah, sedangkan pekerjaan yang *maaf* agak kurang baik (sebagai pengemis) justru memiliki penghasilan yang sangat tinggi. Melebihi mereka yang telah meniti karir sebagai manajer sekalipun.

Hal yang paling membuat saya ingin meledak sebenarnya bukan masalah berapa saya dibayar dan berapa mereka mendapat uang. Hal itu merupakan rezeki dari Allah, masing-masing berbeda dan masing-masing punya jalannya sendiri. Tapi, apa mengemis itu merupakan jalan mencari rezeki? Saya pikir tidak.. karena bahkan Nabi Muhammadpun mencontohkan pada umatnya untuk berusaha berdagang atau bekerja, supaya tidak mengais sisa sisa rezeki orang lain dengan cara mengemis. Saya tidak masalah dengan angka. Toh, pekerjaan saya mulia.

Yang paling menganggu saya adalah mental dan budaya mengemis di generasi selanjutnya. Kalau mentalnya sudah mental peminta-minta; ayahnya mengemis, ibunya mengemis, lalu membuat anak yang banyak untuk mengemis, dan mereka membudayakan minta-minta sebagai profesi, mau jadi apa negara kita ini?

[Pic source]

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...